Sabtu, 04 Februari 2012

7 Komponen CTL


7 Komponen CTL
1. KONSTRUKTIVISME (CONSTRUKTIVISM)

Konstruktivisme (constructivisvism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan  mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar, itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses “menkonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan. dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam  proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis, straegi “memperoleh” lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan :
(1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, 
(2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan 
(3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengelaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Pengalaman sama bagi beberapa orang akan dimaknai berbeda-beda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. setiap pengalaman baru dihubungkan dengan kotak-kotak (struktur pengetahuan) dalam otak manusia tersebut. Struktur pengetahuan dikembangkan dalam otak manusia melalui  dua cara , yaitu asimilasi atau akomodasi. asimilasi maksudnya struktur pengetahuan baru dibuat atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi maksudnya struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan dengan hadirnya pengalaman baru.
Lalu bagaimanakah penerapannya di kelas? Bagaiamakah cara merealisasikannya pada kelas-kelas  di sekolah kita?
Pada umumnya kita juga sudah menerapkan filosofi ini dalam pembelajaran sehari-hari, yaitu ketika kita merancang pembelajaran dalam bentuk siswa praktek mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan ide, dan sebagainya. Mari kita kembangkan cara-cara tersebut lebih banyak dan lebih banyak lagi!
2.   MENEMUKAN (INQUIRY)
   
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Topik mengenai adanya dua jenis binatang melata, sudah seharusnya ditemukan sendiri oleh siswa, bukan “menurut buku”
Siklus inkuiri :
o Obsevasi (Observation)
o Bertanya (questioning)
o Mengajukan dugaan (Hyphotesis)
o Pengumpulan data (Data gathering)
o Penyimpulan (Conclussion)
Apakah hanya pada pelajaran IPA inkuiry itu bisa bias diterapkan? Jawabanya, tentu “Tidak”. Inkuiri dapat diterapkan pada semua bidang studi; bahasa Indonesia (menemukan cara menulis pragraph deskripsi yang indah); IPS (membuat sendiri bagan silsilah raja-raja Majapahit); PPKN (menemukan perilaku baikdan perilaku buruk sebagai warga Negara). kata kunci dari strategi inkuiri adalah “siswa menemukan sendiri”
Langkah-langkah kegiatan menemukan (inkuiri) :
(1). Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun)
o        Bagaimanakah silsilah raja-raja Majapahit (dalam mata pelajaran sejarah)
o        Bagaimanakah cara melukiskan suasana menikmati ikan bakar di tepi pantai Kendari (bahasa Indonesia)?
o        Ada berapa jenis tumbuham menurut bentuk bijinya (biologi)
o        Kota mana saja yang termasuk kota besar di Indonesia? (geografi)
(2). Mengamati atau observasi
o        Membaca buku atau sumber lain untuk mendapatkan informasi pendukung.
o        Mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau objek yang diamati.
(3). Menganalsis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan
       karya  lainnya
o        Siswa membuat peta kota-kota besar sendiri.
o        Siswa membuat paragraf deskripsi sendiri.
o        Siswa membuat bagan silsilah raja-raja majapahit sendiri.
o        Siswa membuat penggolongan tumbuh-tumbuhan sendiri
o        Siswa membuat essai atau usulan kepada Pemerintah tentang berbagai masalah di daerahnya  sendiri, dst.
(4). Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru,
        atau audien yang lain
o                        Karya siswa disampaikan teman sekelas, guru, atau kepada orang banyak untuk mendapatkan masukan
o                        Bertanya jawab dengan teman,
o                        Memunculkan ide-ide baru
o                        Melakukan refleksi
o                        Menempelkan gambar, karya tulis, peta, dan sejenisnya di majalah dinding, majalah sekolah, dsb.
3. BERTANYA (QUESTIONING)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari “bertanya”. Sebelum tahu kota Palu, seseorang bertanya “Mana arah kota Palu? Questioning merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek ynag belum diketahuinya,
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya  berguna untuk :
(1) menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
(2) mengecek pemahaman siswa
(3) membangkitkan respon kepada siswa
(4) mengetahui sejauh mana keinginantahuan siswa
(5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
(6) menfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
(7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari  siswa
(8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa

Bagaimanakah penerapannya di kelas? Hampir pada semua aktivitas belajar, questioning dapat diterapkan; antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas, dsb. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dsb. Kegiatan itu akan menumbuhkan dorongan untuk “bertanya”.

4. MASYARAKAT BELAJAR (LEARNING COMMUNITY)
   
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama  dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya “Bagaimana caranya? tolong bantu aku!” Lalu temannya yang sudah biasa, menunjukkan cara mengoperasikan alat itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat belajar (learning community).

Hasil belajar diperoleh dari “sharing” antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu  ke yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat-belajar.

Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya hiterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang “ahli’ ke kelas. Misalnya tukang sablon, petani jagung, peternak susu. teknisi komputer, tukang cat mobil, tukang reparasi kunci, dan sebagainya.

“Masyarakat-belajar” bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah, “Seorang guru yang mengajari siswanya” bukan contoh masyarakat-belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru ke arah siswa, tidak ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa. Dalam contoh ini yang belajar hanya siswa bukan guru. dalam masyarakat-belajar, dua kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.

Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari.

Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Metode pembelajaran dengan teknik “learning community” sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Prakteknya dalam pembelajaran terujud dalam:
§         Pembentukan kelompok kecil
§         Pembentukan kelompok besar
§         Mendatangkan “ahli’ ke kelas (tokoh, olahragawan, dokter, perawat, petani, pengurus organisasi, polisi, tukang kayu, dsb.)
§         Bekerja dengan kelas sederajat
§         Bekerja kelompok dengan kelas diatasnya
§         Bekerja dengan masyarakat
5. PEMODELAN (MODELLING)
    
Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, cara melafalkan bahasa Inggris, dan sebaginya. Atau, guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dengan begitu, guru memberi model tentang “bagaimana cara belajar”

Sebagian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas. Misalnya, cara menemukan kata kunci dalam bacaan. Dalam pembelajaran tersebut guru mendemonstrasikan cara menemukan kata kunci dalam bacaan dengan menelusuri bacaan secara cepat dengan memanfaatkan gerak mata (scanning). Ketika guru mendemonstrasikan cara membaca cepat tersebut, siswa menagamati guru membaca dan membolak balik teks. Gerak mata guru dalam menelusuri bacaan menjadi perhatian utama siswa. Dengan begitu siswa tahu bagaimana gerak mata yang efektif dalam melakukan scanning. Kata kunci yang ditemukan guru disampaikan kepada siswa sebagai hasil kegiatan pembelajran menemukan kata kunci secar cepat. Secara sederhana, kegiatan itu disebut pemodelan. Artinya ada model yang bisa ditiru dan diamati siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci, guru menjadi model.

Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan kontes berbahasa Inggris, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa “contoh” tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai “standar” kompetensi yang harus dicapainya.

Model juga dapat didatangkan dari luar. Seorang penutur asli berbahasa Inggris sekali waktu dapat dihadirkan di kelas untuk menjadi “model” cara berujar, cara bertutur kata, gerak tubuh ketika berbicara, dan sebagainya.

Bagaimanakah contoh praktek pemodelan di kelas?
§         Guru olah raga memberi contoh berenang gaya kupu-kupu di hadapan siswa.
§         Guru PPKN mendatangkan seorang veteran kemerdekaan ke kelas, lalu siswa diminta bertanya jawab dengan tokoh itu.
§         Guru geografi menunjukkan peta jadi yang dapat digunakan sebagai contoh siswa dalam merancang peta daerahnya.
§         Guru biologi mendemonstrasikan penggunaan thermometer suhu badan.
§         Guru bahasa Indonesia menunjukkan teks berita dari Harian Republika, Padang Pos, dsb. sebagai model pembuatan berita.
§         Guru kerajinan mendatangkan “model” tukang kayu ke kelas, lalu memintanya untuk bekerja dengan peralatannya, sementara siswa menirunya.
6. REFLEKSI (REFLECTION)
   
Refleksi juga bagian penting dalam pembelejaran dengan pendekatan CTL. Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Rfleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa merenung “Kalau begitu, cara saya menyimpan file selama ini salah, ya! Mestinya, dengan cara yang baru saya pelajari ini, file komputer lebih tertata”.

Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.

Kunci dari semua adalah, bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.

Pada akhir prmbrlajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa :
§         pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu
§         catatan atau jurnal di buku siswa
§         kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu
§         diskusi
§         hasil karya
7. PENILAIAN YANG SEBENARNYA (AUTHENTIC ASSESSMENT)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengindentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir priode (cawu/semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti) EBTA/EBTANAS, tetapi dilakukan bersama dengan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran.
Data dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assessment) bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa gar mampu mempelajari (learning how to learn) bukan ditekan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran.

Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Guru yang ingin mengetahui perkembangan belajar bahasa Inggris bagi para siswanya harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat para siswa menggunakan bahasa Inggris, bukan pada saat para siswa mengerjakan tes bahasa Inggris. Data yang diambil dari kegiatan siswa melakukan kegiatan berbahasa Inggris baik di dalam kelas maupun di luar kelas itulah yang disebut data autentik.

Kemudian belajar dinilai dari proses, biukan melalui hasil. Ketika guru mengajarkan  sepak bola, siswa yang tendangannya paling bagus, dialah yang memperoleh nilai tinggi. Dalam pembelajaran bahasa asing (bahasa Inggris), siapa yang ucapannya cas-cis-cus, dialah yang nilainya tinggi, bukan hasil ulangan tentang grammarnya. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan (performansi) yang diperoleh siswa. Penilaian tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain. 

Tidak ada komentar: